PENARI JOGED DILECEHKAN DI ATAS PANGGUNG: ESENSI BUDAYA YANG TAK DIIRINGI NORMA

Linimasa media sosial Bali hari ini sedang dipenuhi dengan kejadian oknum pengibing yang mencium penampil Tari Joged Bumbung di atas panggung. Hasil rekaman video berhasil menangkap insiden tersebut dengan jelas beserta wajah oknum pelaku pelecehan.

Terlihat di video, Wanita penari Tari Joged tidak menyadari kehadiran oknum yang berjalan memutar di belakang dan mencium pipinya secara tiba-tiba. Sontak kejadian itu membuat penari sempat berhenti, dan menunjukkan ekspresi kesal sebelum melanjutkan pertunjukkan. Penari berusaha tetap profesional dengan melanjutkan tarian, walaupun dengan ekspresi wajah yang berubah dari sebelumnya terlihat riang menjadi muram karena menahan marah dan kecewa.

Untuk diketahui, video pertunjukkan Joged Bumbung yang diwarnai insiden ini mulai bersliweran di linimasa kemarin (Rabu, 25/9). Tarian Joged Bumbung ini diadakan dalam rangkaian sebuah acara tigang sasih, yakni upacara suci memperingati tiga bulanan bayi dalam budaya adat Bali.

Secara esensial, tari Joged Bumbung adalah tarian budaya yang amat intim dengan bagian kehidupan bermasyarakat. Tarian ini acap kali dipertunjukkan dalam upacara keagamaan, namun lebih tepat dalam perhelatan yang erat kaitannya dengan hiburan masyarakat di Bali. Biasanya komposisi tarian ini meliputi seorang penari utama Wanita dan dibarengi satu orang penari lagi dari penonton yang umumnya pria.

Tari Joged Bumbung merupakan seni budaya tari asli Bali yang mulai muncul pada tahun 1946, tepatnya pertama muncul di Kabupaten Buleleng. Awalnya tarian ini merupakan tarian yang diperuntukkan bersifat pergaulan, diciptakan oleh para petani di masa itu sebagai cara menghibur diri saat sedang rehat bekerja. Berbarengan dengan hal tersebut, tarian ini pertama kali dipentaskan saat musim panen oleh petani Desa Lokapaksa.

Tetapi tepatnya pada tahun 1997, pementasan tari Joged Bumbung mengalami pergeseran makna dan esensi akibat keadaan ekonomi pada masa itu, yakni krisis moneter di Bali yang mendorong paksa sanggar-sanggar tari joged harus berinovasi sedemikian rupa untuk mendongkrak keberlangsungan pasar hiburan. Pergeseran itu, menyebabkan berubahnya makna tari Joged Bumbung yang awalnya adalah sebuah tari pergaulan atau persahabatan dalam bermasyarakat menjadi produk budaya tari yang erotis untuk menarik perhatian penonton.

Lalu bagaimana realita tari Joged Bumbung hari ini?

Berkaca dari salah satu contoh kejadian penari yang dicium oknum di atas panggung itu, dapat diimplikasikan bahwa masih banyak oknum yang tidak menghiraukan batasan norma laku terlebih dalam kasus ini sebagai pengibing tari Joged Bumbung. Tarian ini realitanya kerap dikaitkan dengan hal yang berbau kontroversi (dibaca: Erotis) akibat ulah beberapa oknum.

Akibat dari konotasi di benak masyarakat terhadap tari Joged Bumbung tersebut, hal itu yang mendorong dan melahirkan beberapa oknum untuk tidak menghiraukan batasan norma saat mengibing penari Joged. Seolah-olah terasa sah-sah saja berbuat yang jatuhnya boleh dibilang melecehkan penari di atas panggung. Padahal hal tersebut sangat menyeleweng jauh dari esensi dari tari Joged Bumbung dan nilai norma budaya adat di Bali.

Posts

Facebook
Twitter
LinkedIn