Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya di OJK, Agusman, menuturkan bahwa angka total pinjaman yang digunakan dalam layanan bayar nanti, atau yang dikenal sebagai buy now pay later (BNPL), telah mencapai angka Rp 26,37 triliun pada Agustus 2024. Sebuah angka yang terbilang sangat fantastis untuk jumlah hutang dalam sistem pinjaman ini.
Jumlah pinjaman tersebut berasal dari sektor perbankan dan perusahaan multifinance yang menawarkan layanan BNPL. Dari total tersebut, pinjaman yang berasal dari sektor multifinance mencapai sekitar Rp 7,99 triliun.
Melihat dari data grafik, fenomena ini berhasil membuktikan jika generasi muda semakin cenderung untuk berutang secara bebas. Terlebih lagi, kemudahan akses dan proses dalam memperoleh pinjaman saat ini, berkat kemajuan teknologi, seperti layanan pinjaman online dan sistem paylater, semakin memudahkan prosedur untuk pinjaman dana tersebut.
Dari data yang disampaikan, terlihat bahwa sebagian besar pengguna layanan paylater adalah generasi Z, khususnya dalam rentang usia 26 hingga 35 tahun, dengan persentase mencapai 43,9%. Kemudian disusul oleh rentang usia 18-25 yang berada di angka 26,5%. Dominasi andil hutang paylater dari generasi muda ini menimbulkan tanya, ada apa dengan kebutuhan ekonomi di generasi itu? Seberapa besar bergantungnya generasi muda dengan sistem ini?
Tercatat provinsi yang memiliki Tingkat jumlah pengguna paylater terbanyak dipegang oleh Jawa Barat di angka 34,5% dari 10 daerah terdampak di Indonesia. Sedangkan untuk provinsi Bali, menduduki peringkat 9 dari 10 provinsi di angka 1,3% untuk jumlah pengguna jasa ini.
Data yang ditampilkan OJK juga mencatat penggunaan paylater sebagian besar untuk keperluan gaya hidup. Diantaranya, pembelian sandang atau fesyen dengan angka yang terpaut tinggi di kisaran 66,4%, perlengkapan keperluan rumah tangga dengan jumlah 52,2%, peralatan elektronik dengan 41%, laptop atau ponsel dengan 34,5%, hingga perawatan tubuh sebesar 32,9%.
Persoalan ini tidak bisa lepas juga dari asumsi gaya hidup generasi muda yang semakin konsumtif. Gaya hidup keseharian, dorongan sosial, bahkan lebih buruknya pengaruh dari kebiasaan bermain judi online.
Maraknya pemain judi online di kalangan generasi muda sudah bukan persoalan baru di Indonesia. Masalah ini sudah mengakar dan menyebar cepat di generasi muda dalam berbagai golongan. Kita tidak bisa menutup mata jika masalah besar ini tidak turut andil besar ke dalam penyebab membengkaknya angka hutang paylater saat ini.