Para musisi semakin vokal menyuarakan keprihatinan mereka. Kampanye “No Music for Genocide” yang menyerukan penghapusan katalog musik dari Israel sebagai protes atas kekerasan di Gaza, terus berkembang dan menarik perhatian banyak artis besar. Terbaru, nama-nama seperti Clairo dan Lucy Dacus, bersama dengan Nao, Wolf Alice, Of Monsters and Men, dan Mallrat, telah resmi bergabung. Langkah ini menambah panjang daftar seniman yang merasa perlu mengambil sikap di tengah konflik, meskipun gencatan senjata sudah berlaku.
Dampak dari gerakan ini jelas terasa, mengingat sebelumnya sudah ada lebih dari 1.000 partisipan, termasuk nama-nama populer seperti Lorde, Hayley Williams (Paramore), Björk, MUNA, dan Paloma Faith. Ini bukan sekadar tren, melainkan bentuk nyata dari keprihatinan global di mana para seniman menggunakan platform mereka untuk melakukan boikot budaya. Mereka berupaya memberikan tekanan dan menunjukkan penolakan terhadap situasi kemanusiaan yang terjadi di wilayah tersebut.
Intinya, aksi kolektif ini menunjukkan bahwa musik bisa menjadi lebih dari sekadar hiburan. Ini adalah alat protes yang kuat, di mana para musisi rela menarik karya mereka dari pasar tertentu demi menyuarakan solidaritas. Bagi para penggemar, langkah ini mungkin kontroversial, tetapi bagi para artis yang bergabung, ini adalah keputusan yang berakar pada prinsip kemanusiaan. Gerakan “No Music for Genocide” membuktikan bahwa bahkan di tengah gencatan senjata, isu keadilan dan hak asasi tetap menjadi nada yang paling lantang dalam industri musik internasional.
#NoMusicForGenocide #Clairo #LucyDacus