Baru-baru ini terjadi sebuah penggerebekan pesta ulang tahun yang dirayaan dengan mengonsumsi daging anjing di Tabanan. Kelompok oknum yang berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur tersebut memasak daging anjing secara mandiri untuk dikonsumsi bersama saat perayaan di sebuah kos-kosan di lingkungan Banjar Karanganyar, Desa Sudimara, Tabanan.
Penggerebekan dilakukan oleh Polsek Tabanan bersama Bali Dog Guardian (BDG) pada Sabtu malam tanggal 7 September lalu. Tyo Ros selaku Ketua Asosiasi Bali Dog Guardian dengan didampingi Polsek Tabanan ke lokasi kejadian dan menginterogasi oknum di tempat. Oknum sempat mengelak ketika ditanyai bagaimana dengan sisa-sisa daging anjing yang dikonsumsi, sebelum mengaku dan bukti tulang beserta tengkorak anjing ditemukan langsung di lokasi.
Diketahui anjing yang dikonsumsi milik warga setempat yang memberikan langsung kepada kelompok oknum pemuda tersebut. Pengakuan dari pemilik anjing dan warga setempat, alasan diberikannya anjing itu untuk dikonsumsi adalah karena kerap mengejar dan mengganggu warga sekitar.
Lalu, bagaimana dengan aturan distribusi atau persebaran daging anjing di Bali? Provinsi Bali pernah mengeluarkan Perda No. 5 tahun 2023 yang mengawasi soal perdagangan serta distribusi daging anjing di Bali. Oknum yang kedapatan melanggar peraturan ini akan dijatuhi sanksi minimal 3 bulan penjara atau didenda hingga 50 juta rupiah.
Melihat kuantitas permintaan dan jumlah angka konsumsi daging anjing di Indonesia masih cukup tinggi, bahkan hingga sempat menarik perhatian media luar yaitu New York Times beberapa tahun lalu. Dilansir dari data artikel di internet, perdagangan dan pengolahan daging anjing tertinggi dipegang oleh Solo. Sedangkan untuk Bali, masih berada di bawah angka kota-kota besar seperti Medan dan Jakarta untuk perdagangan maupun persebaran daging anjing.
Kasus konsumsi daging anjing di Tabanan tersebut masih perlu banyak investigasi, karena harus lebih jelas soal terdapatnya bukti penganiayaan. Penulusuran lebih lanjut diwajibkan adanya, karena secara kronologis masih belum menemukan titik terang, dan menurut pengakuan warga setempat anjing tersebut tidak dibeli dari pihak manapun.
Menilik kejadian di Tabanan tersebut, apa yang harus hadir lebih dulu? Peraturan dan penegak aturan yang harus lebih gencar memantau peredaran daging anjing? Atau kesadaran Masyarakat dalam pelarangan distribusi daging anjing di Bali?