Stand Up for Safer Film Sets: Tuntutan Pembenahan Sistem Kerja di Industri FilmIndonesia

Industri perfilman Indonesia sedang berduka setelah kabar meninggalnya Rifqi Novara,
seorang kru film yang mengalami kecelakaan dalam perjalanan pulang setelah mengikuti
proses reading. Rifqi diduga mengalami kelelahan dan mengantuk akibat jam kerja yang
panjang, yang membuat banyak pihak dalam industri ini menuntut perbaikan sistem kerja
yang lebih manusiawi dan aman.
Para pekerja film di Indonesia selama ini tidak memiliki serikat pekerja yang berbadan
hukum seperti SAG-AFTRA di Hollywood, yang berarti tidak ada lembaga resmi yang
memperjuangkan hak-hak mereka. Dengan adanya tuntutan ini, diharapkan industri film
Indonesia dapat melakukan pembenahan agar lebih menghargai dan melindungi
kesejahteraan para pekerjanya, sehingga kejadian tragis seperti yang dialami Rifqi Novara
tidak terulang lagi.
Sebagai respons atas kejadian tragis ini, sejumlah Sineas Indonesia, seperti Joko Anwar,
Kimo Stamboel, Ifa Isfansyah, Luna Maya, Razka Robby Ertanto, dan Wulan Guritno,
mengunggah peringatan berjudul “Stand Up for Safer Film Sets Indonesian Film Production”
di media sosial mereka. Aksi ini menggarisbawahi pentingnya keselamatan dan kesehatan
para pekerja film di Indonesia.
Tiga Tuntutan Utama:

  1. Penerapan jam kerja yang lebih sehat, agar semua kru film dapat menjaga keselamatan
    dan kesehatannya selama bekerja. Jam kerja yang panjang dan melelahkan seperti yang
    dialami Rifqi dianggap sebagai faktor risiko besar yang harus diatasi.
  2. Penetapan jarak waktu minimal 12 jam antara shift kerja. Tujuannya agar para kru
    memiliki waktu yang cukup untuk pulang, beristirahat, dan mempersiapkan diri kembali
    untuk bekerja di hari berikutnya. Langkah ini dianggap penting untuk mengurangi kelelahan
    berlebih yang dapat mengancam keselamatan mereka.
  3. Pengadaan asuransi yang memberikan proteksi terhadap semua pekerja film. Selama ini,
    banyak kru film bekerja tanpa jaminan asuransi resmi, yang membuat mereka rentan
    terhadap risiko kerja tanpa adanya perlindungan memadai.

Posts

Facebook
Twitter
LinkedIn